DETEKSI DINI PENYAKIT JANTUNG
BAWAAN PADA NEONATUS :
Diagnosis dan saat rujukan
(“EARLY DETECTION IN CONGENITAL HEART DISEASE OF THE
NEWBORN”)
Mahrus A Rahman, Teddy Ontoseno
Divisi
Kardiologi Lab/SMF I Kesehatan Anak
FK
UNAIR/RSUD Dr Soetomo Surabaya
Abstrak :
Neonatus
dengan penyakit jantung bawaan (PJB) dapat simptomatik maupun
asimptomatik. Gejala / tanda pada pemeriksaan fisik sistem kardiovaskuler yang
harus dianalisis adalah sianosis, pulsasi a.femoralis yang lemah / tidak
teraba, Kebanyakan PJB simptomatik pada
neonatus bermanifestasi dalam 3 sindrom klinis utama yaitu : sindrom sianosis,
saindrom kardio-respiratorik dan sindrom shock. Foto thoraks dan EKG adalah
alat bantu diagnosis yang sederhana yang dapat membantu menegakkan diagnosis.
Ekokardiografi adalah alat diagnosis yang lebih dapat dipercaya, berperan dalam
mendeteksi PJB. Pemeriksaan noninvasiv ini telah menggeser peran kateterisasi
jantung,khususnya pada neonatus. Dengan tambahan pemeriksaan doppler dan
doppler berwarna meningkatkan manfaat pemeriksaan ini. Neonatus dengan PJB
simptomatik harus segera dirujuk untuk invertigasi dan penanganan spesialistik,
sedangkan neonatus dengan PJB asimptomatik
konsultasi kardiologi dilakukan setelah dilakukan evaluasi yang lengkap dan teliti.
Abstract :
Newborn with congenital heart disease (CHD) could be
symptomatic or asymptomatic after birth. Cardiovascular signs and symptoms that
should be analysed including cyanosis
and weak femoral artery pulses. There are 3 major clinical syndromes of
symptomatic CHD : Cyanosis, cardio-respiratory and shock syndrome. Chest x ray
and ECG are simple methods to make a diagnosis. Echocardiography is a more
reliable diagnostic tool to detect CHD. This non invasive examination has
replaced the role of cardiac catherization especially in newboen. Usefullness
of this examination was increased with the addition of Doppler and color
Doppler examination Newborn with symptomatic CHD should be reffered soon for
further investigation and management, whereas for asymptomatic newborn
cardiologic consultation later after complete evaluation have been done.
PENDAHULUAN
6 – 8 bayi
per 1000 kelahiran menderita penyakit jantung bawaan (PJB)1.
Sepertiga dari bayi-bayi tersebut akan menunjukkan gejala pada minggu-minggu
awal kehidupannya, 1/3 akan menunjukkan gejala pada masa neonatal. Jadi ± 0.5%
bayi baru lahir kemungkinan akan menunjukkan tanda adanya kelainan jantung dan
½ nya akan menunjukkan gejala pada minggu-minggu awal kehidupannya2.
Gejala
yang menunjukkan adanya PJB termasuk : dispnu dan kesulitan minum.
Gejala-gejala tersebut biasanya tampak pada periode neonatus. Kelainan–kelainan
non kardiak juga dapat menunjukkan gejala-gejala seperti tersebut diatas.
Gejala-gejala yang mengarah ke PJB seperti adanya bising jantung, hepatomegali,
sianosis, nadi femoralis yang teraba lemah / tidak teraba, adalah juga gejala yang sering ditemukan di ruang bayi
dan sering pula tidak berhubungan dengan abnormalitas pada jantung.
Sebagian
besar neonatus dengan PJB simptomatik pada minggu-minggu awal kehidupan akibat
efek transisi hemodinamik fetus ke neonatus yang tidak mulus. Akibat
tertutupnya duktus, terjadi perburukan hemodinamik yang bermakna, defek seperti
ini disebut defek yang tergantung duktus ( duct dependent defect ).
±
40% neonatus dengan PJB simptomatik termasuk dalam kelompok defek tergantung
duktus3. Neonatus dengan defek tergantung duktus dibagi dalam 3
kelompok yaitu :
1. Sirkulasi paru tergantung
duktus
2. Sirkulasi sistemik
tergantung duktus
3. Mixing tergantung duktus.
DEFEK TERGANTUNG DUKTUS
Sirkulasi paru tergantung duktus
Kelompok ini termasuk
abnormalitas dimana sirkulasi paru tergantung pada pirau kiri ke kanan melalui
duktus. Contoh kelainan ini adalah Atresia Pulmonal dimana duktus menyuplai
sirkulasi paru. Defek lain dengan fisiologi
yang mirip antara lain Stenosis Pulmonal kritikal, beberapa kasus
Tetralogy of Fallot, Atresia Trikuspid dan anomali Ebstein. Pada neonatus
tertentu dengan kelainan tersebut terdapat jalur alternativ untuk
mempertahankan sirkulasi paru.
Sirkulasi sistemik tergantung duktus
Pada kelompok kelainan ini
sebagian atau seluruh aliran darah kesirkulasi sistemik tergantung pada pirau
kanan ke kiri melalui duktus. Pada masa neonatus keadaan ini dimungkinkan
karena tekanan di pulmonal masih tinggi seperti tekanan di sistemik dan
ventrikel kanan sudah beradaptasi dengan baik untuk mendukung sirkulasi
sistemik yangsudah terjadi sejak masa
fetus. Neonatus dengan sindrom koarktasio tidak dapat mempertahankan perfusi
yang cukup pada bagian bawah tubuh setelah duktus menutup, demikian pula pada
neonatus dengan interupsi arkus aorta.
Seluruh
sirkulasi sistemik terganggu begitui duktus menutup pada stenosis aorta berat
atau atresia aorta, khususnya pada “hypoplastic
left heart syndrome”, dimana ventrikel kiri, katup mitral dan aorta sangat
hipoplastik dan tidak dapat mendukung sirkulasi sistemik.
Mixing tergantung duktus
Transposisi arteri besar (TGA) menyebabkan keadaan
dimana aliran darah antara kedua sirkulasi harus terjadi melalui duktus atau
foramen ovale, tanpa keberadaan defek septum. Neonatus dengan kelainan seperti
ini menun jukkan sianosis / hipoksemia yang semakin berat seiring menutupnya
duktus karena kehilangan “mixing”.
MANIFESTASI PJB
PJB simptomatik
Neonatus dengan PJB simptomatik biasanya menunjukkan
salah satu dari 3 gejala klinis utama yaitu : 1. Sindrom sianosis, 2. Takipnu
atau tanda gagal jantung yang lainnya,biasanya dengan sedikit sianosis (
sindrom kardio-respiratorik), 3. Shock atau kolaps kardiovaskuler dengan nadi
kecil/sulit teraba, pucat, asidosis, deangagal napas (sinrom shock).
Sindrom sianosis
Kelainan utama dengan sianosis sebagai gejala utama pada
periode neonatus adalah :
1.
Transposisi arteri besar
2.
Atresia Pulmonal dengan VSD
3.
Atresia Pulmonal dengan septum intak
4.
Atresia Trikuspid
5.
Total Anomalous Pulmonary Venous Drainage
(obstruktif)
6.
Abnormalitas kompleks,sering dengan isomerism
7.
Tetralogy of Fallot.
Kebanyakn neonatus dengan
kelainan tersebut dan menampakkan gejala pada periode neonatus adalah defek
tergantung duktus.
Sindrom kardio-respiratorik
Apabila manifestasi utama adalah gagal jantung,dengan
dispnu dan hepatomegali sebagai manifestasi utama, kemungkinan penyebabnya
adalah :
Minggu ke 1 – 2 kehidupan :
1.
Koarktasio aorta
2.
Interupsi arkus aorta
3.
Stenosis aorta kritikal
Semua tersebut diatas adalah
defek tergantung duktus.
Minggu ke 3-4 kehidupan :
1.
VSD besar
2.
AVSD komplit
3.
Trunkus arteriosus
4.
Ventrikel tunggal
Gagal jantung adalah akibat
overload volume,bukan karena duktus yang menutup.
Sindrom shock
Shock dapat tampak sebagai fase akhir pada neonatus
dengan sindrom-sindrom klinis yang mendahuluinya. Namun demikian pada neonatus
tertentu gejala ini tampak dengancepat tanpa gejala sebelumnya selain mungkin
kesulitan minum dalam periode yang pendek dan tampak pucat dan mottling.
Penyebab kardiak yang utama pada
keadaan ini adalah :
1.
hypoplastic left heart syndrome (stenosis aorta
berat / atresia, dengan ventrikel kiri dan katup mitral yang hipoplastik).
2.
Sindrom koarktasio berat atau interupsi arkus
aorta.
Penyebab non kardiak seperti
sepsis harus pula dipikirkan.
PJB asimptomatik
Adanya bising jantung mungkin satu-satunya pertanda
adanya PJB. Kadang-kadang tanda lain seperti denyut nadi femoral yang lemah
atau tidak teraba samasekali dapat mengarahkan kita kepada kecurigaan adanya
PJB pada neonatus asimptomatik. Sedangkan tidak adanya gejala pada saat
pemeriksaan pertama, mengurangi urgensi permasalahan.adalah sangat penting
melakukan pemeriksaan yang teliti akan adanya PJB sehingga dapat merumuskan
rencana tatalaksana danfollow up yang aman.
PJB yang umumnya tampak dengan
sedikit / tanpa gejala pada minggu-minggu awal kehidupan neonatus adalah :
1.
VSD / PDA kecil-sedang
2.
Stenosis aorta ringan-sedang
3.
Stenosis pulmonalis ringan-sedang
4.
Tetralogy of Fallot
5.
Koarktasio aorta ringan –sedang
6.
ASD (biasanya tidakterdeteksi pada periode
neonatus).
PENTINGNYA GEJALA & TANDA
Sianosis
Membedakan sianosis perifer dansentral adalah bagian
penting dalam menentukan PJB pada neonatus. Sianosis perifer berasal dari
daerah dengan perfusi jaringan yang kurang baik,terbatas pada daerah ini,tidak
pada daerah dengan perfusi baik. Sebaliknya sianosis sentral tampak pada daerah
dengan perfusi jaringan yang baik, walaupun sering lebih jelas pada tempat
dengan perfusi kurang baik.tempat atau daerah yang dapat dipercaya untuk
menentukan adanyasianosis sentral adalah pada tempat dengan perfusi jaringan
yang baik seperti pada lidah, dan dinding mukosa. Sianosissentral pada jam-jam
awal setelah lahir dapat timbul saat bayi normal menangis. Sianosis pada bayi
tersebut disebabkan oleh pirau kanan ke kiri melalui foramen ovale dan atau
duktus arteriosus. Kadar hemoglobin yang terlalu tinggi yang disertai dengan
hiperveskositas dapat pula menyebabkan sianosis pada bayi normal.
Dalam
menentukan adanya sianosis yang bermakna harus diingat bahwa pada masa awal
neonatus terdapat banyak penyebab sianosis diluar penyebab kardiak4.
Pulsasi femoral yang kurang
Tekanan darah sistolik yang relatif rendah dan tekanan
nadi yang sempit khususnya di kaki, menyebabkan perabaan nadi menjadi sulit,
bahkan pada bayi sehat sekalipun. Dengan latihan dan kesabaran kebanyakan nadi,
termasuk nadi di kaki dapat diperiksa / dirasakan pada hampir semua neonatus.
Sangat penting diperhatikan bahwa pemeriksaan bayi dilakukan pada saat bayi
sudah hangat dan dalam keadaan tenang, paling mudah pada saat bayi tidur.
Sebaliknya, hampir tidak mungkin mebuat assesment yang tepat pada bayi yang
menangis atau berontak.
Karena
nadi pada bayi volumenya kecil, penekanan dengan jari pada nadi harus dilakukan
dengan ringan. Nadi femoralis dan brakialis harus diperiksa secara simultan,
tungkai dalam keadaan lurus dan rileks.kesabaran diperlukan pada pemeriksaan
bayi yang aktif. Kedua nadi brakialis harus pula dinilai secara simultan,
apabila tidak sama kemungkinan ada anomali arteri subklavia atau koarktasio.
Pada
kebanyakan neonatus pada umur beberapa hari pertama, nadi pada tungkai bawah
lebih kecil daripada nadi pada lengan. Ini disebabkan oleh tekanan nadi tungkai
lebih kecil setelah duktus menutup, ismus aorta diameternya lebih kecil
daripada aorta asenden. Dalam beberapa hari tekanan nadi ini membaik dan nadi
di kaki daapat diraba dengan mudah.
Neonatus
dengan koarktasio biasanya nadi dilengan volumenya besar (serting dengan
hipertensi) dan nadi femoralis tidak teraba. Keadaan ini didapatkan setelah
duktus tertutup. Pada umur beberaapa hari pertama nadi pada tungkai masih
daapat teraba karena mendaapat perfusi dari arteri pulmonalis melalui duktus.
Oleh karena itu terabanya arteri femoralis pada umur beberapa hari pertama
kehidupan tidak menyingkirkan adanya koarktasio.
Nadi
yang lemah menyeluruh adalah gambaran adanya kolaps pada neonatus,bahkan pada penyakit dasar
bukan kardiak sekalipun. Apabila penyakit dasarnya adalah kardiak , penyebab
yang sering adalah sindrom hipoplastik jantung kiri, stenosis aorta kritikal,
interupsi arkus aorta dan koarktasio aorta.
Bising jantung
Interpretasi bising jantung pada masa awal neonatus
seringkali sulit dan kesulitan ini berhubungan dengan beberapa faktor. Pertama
: adanya perubahan yang cepat tekanan dan resistensi arteri pulmonalis yang terjadi pada jam-jam awal setelah lahir
pada bayi normal. Aliran darah turbulen melalui duktus arteriosus menyebabkan
terdengarnya bising dalam periode singkat akibat turunya tekanan arteri
pulmonalis. Sebaliknya bising VSD mungkin tidak terdengar untuk beberapa waktu
karena tingginya resistensi paru pada umur beberapa hari / minggu pertama
kehidupan.
Bising
ejeksi sistolik bernada rendah dapat terdengar pada ± 60% neonatus normal ,
biasanya terdengar dengan baik di mid prekordium atau di area pulmonal.
Penyebab bising ini tidak diketahui. Bising dati duktus yang sedang menutup
dapat kontinyu atau murni sistolik dan biasanya timbul dan hilang dalam periode
waktu yang pendek5. Pada kebanyakan kassus bising ini hanya ada
beberapa jam saja. Pada neonatus prematur dapat menetap beberapa hari atau
beberapa minggu, karena penutupan duktus yang terlambat. Adanya bising yang
keras dan atau kasar, pada neonatus ,terdeteksi pada hari pertama, biasanya
menunjukkan defek obstruktif seperti aorta stenosis, pulmonal stenosis atau
tetralogy of fallot.
Banyak
PJB yang tidak berhubungan dengan bising jantung tertentu, khususnya pada
neonatus,seperti ASD,TGA,koarktasio aorta dan sindrom jantung kiri hipoplastik.
Koarktasio aorta yang disertai dengan VSD seringkali tampak dengan gagal
jantung tetapi tidak ada bising. Sindrom jantung kiri hipoplastik dan TGA
biasanya tampak dengan hanya bising yang
ringan atau tanpa adanya bising.
Sebaliknya
neonatus tanpa defek structural yang serius, tetapi dengan distress
kardio-respiratorik , mungkin dapat terdengar bising, bernadatinggi, bersifat
meniup, pansistolik, berhubungan dengan regurgitasi tricuspid sebagai akibat
dilatasi ventrikel kanan karena adanya hipertensi pulmonal kaibat
hipoksia,asidosis, penyakit paru, atau factor-faktor lainnya.bising ini akan
hilang apabila keadaan membaik.
Bising
diastolic tidak biasa pada neonatus, menunjukkan adanya defek kardiak yang
berat seperti trunkus arteriosus,atau TOF dengan absent pulmonary valve. Bising
kontiyu menunjukkan adanya duktus arteriosus. Dengan adanya sianosis sentral
yang tidak responsive dengan pemberian oksigen, adanya bising demikian
mengarahkan kepada kemungkinan diagnosis atresia pulmonal dengan aliran
kolateral ke paru melalui PDA atau collateral aorto-pulmonal yang lain.
ALAT BANTU
DIAGNOSIS SEDERHANA
Foto thoraks
Perkiraan besar jantung pada neonatus kadang-kdang
keliru. Pada hari pertama setelah lahir gambaran jantung tampak besar. CTR <
0.6 biasanya normal pada periode neonatus.. kardiomegali yang nyata dapat
tampak pada adanya gagal jantung. Gambaran vaskularisasi paru pada foto thoraks
neonatus mungkin sulit ditentukan karena relatif sedikit lapangan paru yang
terlihat. Diluar daerah hilus beberapa pembuluh darah besar mungkin terlihat,
apabila meningkat menunjukkan adanya pulmonary plethora. Sebaliknya
berkurangnya aliran darah ke paru daapat dilihat dari berkurangnya
vaskularisasi paru, yang tampak sebagai garis-garis tipis, lapangan paru
perifer tampak lebih gelap dari normal (pulmonary oligaemia). Pelebaran
ruang-ruang jantung secara spesifik sulit ditentukan secara tepat pada
neonatus. Pelebaran mediastinum superior sering tampak pada umur ini,kadang
mengarah pada kecurigaan suatu malformasi seperti TAPVD, hampir selalu karena
timus yang besar.
Elektrokardiogram
Pemeriksaan EKG secara
serial sering membantu apabila dicurigai adanya abnormalitas. Hal ini
dilakukan karena adanya perubahan yang cepat yang terjadi pada minggu-minggu
pertama kehidupan dan adanya ventrikel
kanan yang dominan pada masa awal kehidupan. Pemeriksaan EKG masih mempunyai
kontribusi yang bermakna dalam diagnosssssis dan penentuan progres penyakit.
Informasi yang bermanfaat yang bias didapat dari EKG antara lain : irama,
hipertrofi/hipoplasia ventrikel, pelebaran atrium, iskemia miokardium.penentuan
sumbu P atau QRS dapat memberikan arah akan adanya defek jantung.
Sumbu jantung
Sumbu QRS pada umur minggu pertama normal antara + 120o
dan ± 180o.
deviasi sumbu QRS ke kanan (+180o sampai +210o ) dapat terlihat pada hipertrofi ventrikel
kanan,tetapi seringkali masih dalam batas normal untuk neonatus. Overload
ventrikel kiri sering berhubungan dengan sumbu QRS antara 0o sampai
90o. deviasi sumbu QRS ke kiri antara –30o sampai –120o
selalu patologis. Sumbu P abnormal umumnya berhubungan dengan dekstrokardia,
situs inversus,atau PJB kompleks dengan cardio-viseral isomerism.
Hipertrofi ventrikel
Sulit mendiagnosis hipertrofi ventrikel kanan pada
neonatus. Hipertrofi ventrikel kiri lebih mudah didiagnosis . Hipoplasia
ventrikel apabila didapatkan voltase
rendah pada ventrikel tersebut dan voltase yang tinggi pada ventrikel lainnya.
Echokardiografi
Echokardiografi 2 dimensi yang dilengkapi echokardiografi
doplertelah menggantikan sebagian besar kateterisasi jantung, karena alat ini
memberikan diagnosis PJB yang detail. Mobilitas alat memungkinkan pemeriksaan
dapat dilakukan di ruang neonatus tanpa mengganggu bayi dalam inkubatornya.
Pemeriksaan yang menyeluruh memerlukan pengetahuan yang menyeluruh tentang
anatomi 3 dimensi jantungdan patologi anatomi kelainan jantung yang umum atau
yang jarang. Tanpa pemahaman yang mendalam
tidak mungkin melakukan interpretasi data dengan tepat.
Tes hiperoksik dan
penentuan
Pemeriksaan PaO2 dan hematokrit sangat membantu dalam
diagnosis dan penatalaksanaan neonatus dengan sianosis. Umumnya
direkomendasikan pengambilan sampel darah dari lengan kanan (a.radialis) untuk
menghindari pengaruh pirau kanan ke kiri melalui duktus arteriosus. Pada
keadaan tekanan oksigen rendah, pemeriksaan diulangi setelah pemberian oksigen
100% selama 10-20 menit. Apabila hipoksia sentral berkaitan dengan faktor
respirasi PaO2 akan meningkat > 150 mmHg. Sebaliknya pada PJB sianotik PaO2
tetap dibawah 100 mmHg,sering kurang dari 50 mmHg6. Tes ini
hanyavalid jika bayi telah diventilasi baik.
Tersedianya
pulse oxymeter untuk monitor non invasif saturasi oksigen (dan nadi) bermanfaat
untuk menilai kemajuan terapi pada neonatus dengan PJB sianotik.
SAAT RUJUKAN
Neonatus
simptomatik
Semua neonatus simptomatik harus dirujuk segera karena
kemungkinan besar penyebabnya adalah kardiak. Pengecualian hanya neonatus
dengan malformasi non kardiak yang berat yang perlu perhatian atau tidak
kompatibel untuk hidup. Urgensi rujukan tergantung pada kondisi bayi dan
kemungkinan perburukan keadaan. Temuan klinis yang mengarah ke “ductus
dependent defect” perlu segera dirujuk, karena defek jenis ini cepat memburuk,
khususnya bayi dengan sianosis atau yang nyata atau gambaran yang mengarah ke
koarktasio aorta. Apabila memungkinkan rujukan didampingi tenaga
medis/paramedis, dengan infus intravena. Prostaglandin E1 dapat diberikan kalau
ada,untuk mempertahankan duktus tetap terbuka. Fasilitas untuk intubasi dan
ventilasi harus disertakan karena efek samping infus prostaglandin adalah
apnea.
Neonatus
asimptomatik
Evaluasi yang teliti harus dilakukan pada neonatus
asimptomatik untuk menentukan diagnosis kardiak yang paling mungkin dan
kemungkinan adanya masalah dikemudian hari. Foto thoraks dan EKG harus
dilakukan secara rutinapabila pulsasi nadi semuanya teraba normal , bayi minum
normal,tanpa sianosis atau gagal jantung,dapat diasumsikan bahwa bayi ini dalam
kondisi kompensasi dan dapat ditoleransi dalan jangka pendek. Namun demikian
diperlukan kepastian diagnosis dalam minggu-minggu awal kehidupan apabila
memungkinkan. Adanya tanda yang mengarah ke koarktasio aorta harus mendapat
perhatian dan rujukan awal harus dikakukan. Apabila septal defek dengan
hipertensi pulmonal penting menyiapkan rujukan dalam 2 – 3 bulan walaupun tanpa
gejala. Pada pulmonal atau aorta stenosis penting menentukan apakah termasuk
ringan, sedang atau berat. Apabila melebihi ringan, pemeriksaan kardiologi
lebih awal diperlukan. Pada setiap anak dengan tanda VSD kecil dan mulai tampak
sianosis harus dicurigai menderita Tetralogy of Fallot dan perlu segera
dirujuk.
Kepustakaan :
1.
Hoffman JJE, Christianson R. Congenital heart
disease in a cohort of 19,502 birth with long-term follow up. Am J Cardiol 1978;
42: 641-7
2.
Fyler
DC, Bucjley LP, Hellenbrand WE,
Cohn HE. Report of the New England
Regional Infant Care Program. Pediatrics 1980; 65 (suppl):375-461
3.
Wilkinson JL, Cooke RWI. Cardiovascular
disorders. In: Robertson NRC, Ed. Textbook of Neonatology. Edinburgh: Churchill Livingstone,1986;
Chapter 17.
4.
Craig WS. Admission and re-admission from
district to the special care of maternity horpital. Br Med J 1962; 11:1139-44
5.
Braudo M, Rowe RD. Auscultation of the
heart-early neonatal period. Am J Dis Child 1961; 101: 575-86
6.
Jones RWA, Baumer JH, Joseph MC, Shinebourne EA.
Arterial oxygenation and response to oxygen breathing in differential diagnosis
of congenital heart disease in infancy. Arch Dis Child 1976; 51: 667-73